Bila Anda penggemar makanan tradisional, pasti Anda mengenal benda yang
berbentuk
bulat gepeng, kulit tipis kecoklatan, berbau dan banyak
dikonsumsi orang. Benda tersebut adalah Jengkol. Jengkol atau Jering
atau Pithecollobium Jiringa atau Pithecollobium Labatum adalah tumbuhan
khas di wilayah Asia Tenggara, termasuk yang digemari di Malaysia,
Thailand dan Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat yang seharinya
dikonsumsi 100 ton.
Tanaman jengkol berupa pohon yang tingginya
dapat mencapai 10-26 meter. Buahnya berupa polong berbentuk gepeng dan
berbelit. Warna buahnya lembayung tua. Setelah tua, bentuk polong
buahnya menjadi cembung dan di tempat yang mengandung biji ukurannya
membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji. Bijinya berkulit ari tipis
dan berwarna cokelat mengilap.
Jengkol akan membuat kehebohan
saat memasaknya dan setelah diproses oleh pencernaan, yaitu menimbulkan
bau yang katanya tak sedap. Penyebab bau itu sebenarnya adalah
asam-asam amino yang terkandung di dalam biji jengkol. Asam amino itu
didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur Sulfur (Ketika
terdegradasi atau terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil, asam
amino itu akan menghasilkan berbagai komponen flavor yang sangat bau,
karena pengaruh sulfur tersebut. Salah satu gas yang terbentuk dengan
unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau.
Bau yang
ditimbulkan dari jengkol itu sebenarnya cukup mengganggu, terutama bagi
orang lain yang tidak ikut makan. Kalau yang makan, meskipun bau,
setidak-tidaknya sudah menikmati kelezatan jengkol. Tetapi bagi orang
lain yang tidak ikut merasakan, tetapi cuma kebagian baunya, akan merasa
sangat terganggu. Apalagi dengan air seni yang dikeluarkannya. Jika
pemakan jengkol ini buang air di WC dan kurang sempurna membilasnya,
maka WC akan bau tidak enak dan mengganggu ketenangan orang lain.
Saat
dicerna jengkol akan menyisakan zat yang disebut asam jengkolat
(jencolid acid) yang dibuang ke ginjal. Di sinilah efek yang sering
ditakuti oleh orang-orang, yaitu jengkoleun atau jengkolan. Jengkolan
terjadi saat asam jengkolat yang memang sulit larut dalam air akhirnya
mengendap dalam ginjal, membentuk kristal padat hingga bisa berakibat
sulit membuang air seni. Jika pH darah kita netral, asam jengkolat
aman-aman saja, tapi jika cenderung asam (pH kurang dari 7) asam
jengkolat membentuk kristal tak larut.
Risiko terkena jengkolan
ini tidak tergantung pada banyaknya jengkol yang dikonsumsi, tetapi
bergantung pada kerentanan tubuh seseorang. Orang yang rentan,
mengonsumsi sedikit jengkol saja dapat menyebabkan terjadinya jengkolan.
Apa yang memengaruhi kerentanan seseorang terhadap asam jengkolat belum
jelas, tapi diduga akibat faktor genetik dan lingkungan.
Dibalik
bau yang ditimbulkan jengkol, ternyata terkandung manfaat yang berguna
bagi kesehatan. Menurut berbagai penelitian menunjukkan bahwa jengkol
juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C,
fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan
saponin.
Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada
100 gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan
per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa.
Selain
itu, Jengkol merupakan sumber protein yang baik, yaitu 23,3 g per 100 g
bahan. Kadar proteinnya jauh melebihi tempe yang selama ini dikenal
sebagai sumber protein nabati, yaitu hanya 18,3 g per 100 g. Kebutuhan
protein setiap individu tentu saja berbeda-beda. Selain untuk membantu
pertumbuhan dan pemeliharaan, protein juga berfungsi membangun enzim,
hormon, dan imunitas tubuh. Karena itu, protein sering disebut zat
pembangun.
Untuk zat besi, Jengkol mengandung 4,7 g per 100 g.
Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Gejala-gejala orang yang
mengalami anemia defisiensi zat besi adalah kelelahan, lemah, pucat dan
kurang bergairah, sakit kepala dan mudah marah, tidak mampu
berkonsentrasi, serta rentan terhadap infeksi. Penderita anemia kronis
menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut
mulut, lidah sulit menelan.
Remaja, wanita hamil, ibu menyusui,
orang dewasa, dan vegetarian adalah yang paling berisiko untuk mengalami
kekurangan zat besi. Di dalam tubuh, besi sebagian terletak dalam
sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti
sebuah atom besi.
Jengkol juga sangat baik bagi kesehatan tulang
karena tinggi kandungan kalsium, yaitu 140 mg/ 100 g. Peran kalsium pada
umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu membantu pembentukan tulang dan
gigi, serta mengatur proses biologis dalam tubuh.
Keperluan
kalsium terbesar adalah pada saat masa pertumbuhan, tetapi pada masa
dewasa konsumsi yang cukup sangat dianjurkan untuk memelihara kesehatan
tulang. Konsumsi kalsium yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 800 mg
per hari.
Kandungan fosfor pada jengkol (166,7 mg/100 g) juga
sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, serta untuk
penyimpanan dan pengeluaran energi. Dengan demikian, sesungguhnya banyak
manfaat yang diperoleh dari mengonsumsi jengkol dan ini hanya masukan
saja, bukan doktrin yang mengharuskan Anda untuk percaya dan mengikuti
agar mengkonsumsi jengkol, tapi hanya sekedar Anda tahu bahwa ada
khasiat dibalik sayuran polong berbau ini.
0 komentar:
Posting Komentar